METRO,SIANTAR | Seorang wanita berinisial EMM diadukan ke Polres Pematangsiantar, atas tuduhan dugaan melakukan penistaan agama Hindu dan Sikh. Menurut EMM, Hindu dan Sikh bukan agama yang diakui di Indonesia.
Keterangan diperoleh Harianmetro.id,dugaan penistaan agama itu terjadi di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Kota Pematangsiantar. Saat itu, EMM dihadapkan di depan sidang sebagai saksi pelapor dalam sebuah kasus yang sedang bergulir di PN Siantar.
Dalam dialog dengan majelis hakim, Sayed Tarmizi SH MH, wanita berinisial EMM mengatakan jika agamanya Hindu dan Sikh bukan agama dan tidak diakui di Indonesia. Pernyataan tersebut dikemukakan EMM menjawab pertanyaan majelis hakim seputar dua rumah ibadah umat Hindu yang ada di Kota Pematangsiantar.
Sebagian dari pengunjung sidang yang terdiri berbagai elemen masyarakat menyatakan protes dan meminta EMM mencabut ucapannya. Namun, EMM tidak menghiraukannya.
Merasa dinista agamanya, sejumlah pihak melaporkan EMM ke Polres Pematangsiantar. Laporan tersebut diterima dengan Nomor STTLD/86/II/2025/SPKT/POLRES PEMATANGSIANTAR/POLDA SUMUT.
EMM diancam dengan pasal dugaan tindakan penistaan agama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156a KUHPidana, dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara.
Sementara itu, pihak Polres Pematangsiantar menurut informasi, segera melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi umat Hindu dan Umat Sikh yang melihat, mendengar, dan menyaksikan penistaan agama Sikh yang dilakukan seorang wanita berinisial EMM.
“Sejumlah nama sudah diberikan. Segera kita tindaklanjuti. Kita bentuk tim penyidik,” kata salah seorang penyidik Polres Pematangsiantar, Senin (3/3/2025) siang.
PHDI Sumut Diminta Segera Bertindak
Di sisi lain, penistaan Agama Sikh yang diduga dilakukan EMM menyebabkan empat institusi keagamaan Sikh, yakni dua di Jakarta, satu di Medan, dan satu di Kota Pematangsiantar menyampaikan surat protes kepada Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Sumut yang tak lain sebagai pengayom dan pelindung umat Hindu.
Mereka meminta PHDI Sumut segera bertindak. Keempat surat protes keras tersebut berasal dari Fopmasi dan Fospra di Jakarta, Perkumpulan SGN di Medan, dan Yayasan SRIHSPS di Pematangsiantar.
“Ini tak boleh dibiarkan. Polisi dan PHDI harus bertindak tegas,” kata Rajpal Singh, salah seorang pimpinan Forum Peduli Masyarakat Hindu Sikh Indonesia (Fopmasi).
Rajpal mengingatkan agar PHDI Sumut pro aktif menindaklanjuti persoalan yang dapat menimbulkan gesekan antar umat sesama anak bangsa.
“Kami sudah mengingatkan suami EMM, yakni berinisial KKA alias Pendeta M, tetapi tidak direspon sebagaimana mestinya,” tulis Rajpal dalam surat protes Fopmasi kepada PHDI Sumut.
Pembina Yayasan SRIHS Pematangsiantar, Aptar Singh Sensra, sangat menyesalkan penistaan agama tersebut.
“Kami sudah minta secara lisan kepada Pendeta M untuk menyelesaikan secara baik baik perbuatan EMM, yang mencederai perasaan Umat Sikh,” kata Aptar.
Sebelumnya, Pengurus Yayasan SRIHS Pematangsiantar melayangkan surat protes kepada PHDI Sumut sebagai lembaga pengayom dan pelindung umat Hindu di Sumut untuk bertindak, baik terhadap wanita berinisial EMM maupun kepada Pendeta M.
Alasannya, lanjut Aptar, pihaknya menemukan sejumlah tindakan amoral diduga dilakukan Pendeta M. Sebagaimana diketahui masyarakat luas, secara resmi Pendeta M disebut belum berpisah secara resmi dengan istri sahnya.
Sebelumnya, Pendeta M aktif di salah satu kuil sekitar Sei Agul, Kota Medan. Namun, karena ditemukan hal-hal yang kurang baik, dia diberhentikan.
Kemudian, Pendeta M membantu kuil keluarga di kawasan Kelambir Lima. Di sana. Pendeta M dikabarkan kembali berulah. Lagi-lagi, Pendeta M diminta meninggalkan kuil keluarganya dan pergi ke Kabanjahe, Kabupaten Karo.
Pendeta M pun alih profesi membuka bengkel sepeda motor bersama sepupunya.
Namun, Pendeta M dikabarkan selingkuh dengan sepupu istrinya berinisial EMM. Status perempuan ini kabarnya belum berpisah resmi dari suaminya di Kabanjahe. Sementara, mereka (Pendeta M dan EMM), pernah dipergoki berbuat mesum di dalam mobil di salah satu jalan di Kota Kabanjahe.
Masyarakat setempat protes, kemudian Pendeta M dan EMM meninggalkan Kabanjahe.
Lalu di Siantar, EMM yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan pengurus satu kuil Hindu, tanpa seijin pengurus meminta stempel kuil yang digunakan untuk kepentingannya.
“Istri sah ditinggalkan. Sepupu istri sah dibawa tanpa ada legalitas yang jelas,” ungkap seorang praktisi hukum yang mengetahui peristiwa ini dalam satu pertemuan dengan Pimpinan Pengurus PHDI Sumut, beberapa hari lalu.
Surya, Ketua Parisada Sumut, sudah mencoba mengundang EMM untuk klarifikasi. Namun, EMM malah menantang PHDI untuk berkomunikasi dengan lawyer-nya, tanpa menyebut siapa lawyer dimaksud.
“PHDI (telah) kecolongan mengeluarkan kartu pendeta kepada oknum yang moralnya sebagai rohaniawan Hindu dipertanyakan,” kata Aptar, seraya meminta PHDI segera bertindak.
Belakangan terungkap jika wanita berinsial EMM, selain diduga menista Agama Sikh, juga telah dilaporkan ke Polres Pematangsiantar oleh seorang wanita bernama Mena.
EMM dilaporkan atas tindakan penganiayaan yang dilakukan bersama RK. Penganiayaan itu mengakibatkan beberapa bagian wajah Mena cedera parah dan berdarah.
Penganiayaan tersebut dilakukan karena masalah emas milik Mena yang diduga digelapkan oleh EMM dan RK.
Dalam laporan tindak pidana penganiayaan tersebut, EMM dan RK dijerat Pasal 170 subsider Pasal 351 KUHPidana, dengan ancaman hukuman 8 tahun penjara.
“Polres Pematangsiantar segera melakukan rekonstruksi atas kasus penganiayaan tersebut,” kata penyidik, dalam surat perkembangan hasil penyelidikan yang diterima Mena.(zeg)