MEDAN – Lagi-lagi, sidang gugatan Surat Keterangan Ahli Waris Rospita Tampubolon di PTUN Medan, Jalan Bunga Raya Nomor 18 Medan Sunggal, Rabu (11/9/2024) berlangsung alot dan diwarnai protes dari kuasa hukum penggugat.
Dr Djonggi M Simorangkir SH MH dan Dr Ida Radjagukguk, selaku kuasa hukum Joshua Darnel Berwalt Tampubolon, berkali-kali memprotes Ketua Majelis Hakim D Purba SH MH yang dinilai memaksakan kesaksian Ahli Bahasa Batak dari USU Drs Warisman Sinaga MHum.
Warisman Sinaga dihadirkan kuasa hukum tergugat intervensi untuk menerjemahkan bukti dari Tergugat Intervensi Rospita Tampubolon dari bahasa batak ke bahasa Indonesia.
Selain ahli bahasa, dalam sidang juga dihadirkan Ahli Hukum Tata Negara dan HAN Dr Faisal Akbar Nasution SH MHum dari USU.
Dalam persidangan ini, Joshua Darnel Berwalt Tampubolon bersama empat saudaranya dari pernikahan kedua Demak Tampubolon dengan Rosnellyana Manurung menggugat Kelurahan Jati Negara Binjai Utara Kota Binjai sebagai Tergugat dan Rospita Tampubolon sebagai Tergugat Intervensi.
Keduanya digugat ke PTUN terkait Surat Keterangan Ahli Waris yang dikeluarkan Lurah Jati Negara Binjai Utara Kota Binjai, yang menyebut bahwa Rospita Mangiring Tampubolon adalah anak kandung Demak Tampubolon.
Surat Keterangan Ahli Waris atas nama Rospita Mangiring Tampubolon itu tertanggal 12 April 2021 dan diketahui serta ditandatangani Camat Binjai Utara, Kota Binjai, Sumatera Utara, tertanggal 14 April 2021.
Pada sidang lanjutan hari itu, Dr Djonggi dengan nada keras menyatakan keberatan, karena ahli bahasa Batak dihadirkan untuk menterjemahkan Bukti PANGAKKUAN dari Demak Tampubolon ke dalam bahasa Indonesia.
“Tidak ada kewajiban Warisman Sinaga sebagai Ahli Bahasa Batak untuk menerjemahkan bukti dari Tergugat Intervensi 2 dari Bahasa Batak ke Bahasa Indonesia. Apalagi belum ada jadwal kapan bukti dan saksi dari Tergugat Rospita,” protes Djonggi kepada majelis hakim
Ia juga memprotes pertanyaan kuasa hukum Tergugat untuk menjelaskan arti Jolma adalah merindukan anak. Alasannya, tidak ada disebut nama Rospita di PANGAKKUAN tersebut.
“Tidak ada disebut nama Rospita di PANGAKKUAN tersebut. Karena Rospita bukan anak kandung Demak dan tidak ada surat pengangkatan anak dari pengadilan maupun secara adat Batak,” lanjut Djonggi.
Kuasa hukum penggugat lainnnya, Dr Ida Radjagukguk juga memprotes pertanyaan dari pihak tergugat yang ia nilai tidak jelas.
“Pertanyaan dari Tergugat tidak jelas. Seharusnya Tergugat menghadirkan mantan Lurah Jatinegara. Apalagi mantan lurah ini sudah dimutasi ke Dinas Perhubungan karena kasus ini,” katanya.
Djonggi menimpali, Lurah Erdi Handika diduga merasa ditipu oleh Rospita yang tidak jujur. Karena, menurut Djonggi, Rospita kemudian mengatakan ke lurah bahwa ada isteri Demak di Jakarta dan punya anak 5.
Djonggi juga memprotes sikap kuasa hukum Tergugat, yang ia lihat lebih banyak ngobrol dengan kuasa Rospita sambil tertawa dengan temannya, terkesan mengejek dan meremehkan penjelasan Ahli Bahasa Batak.
“Kami minta agar ditegur hakim. Mungkin kuasa hukum Rospita anggap remeh persidangan ini seperti kejadian di PN Binjai. Apakah Hakim PTUN telah masuk angin?,” ujar Djonggi keras.
Tampak Djonggi berkali-kali menyampaikan protes ke hakim yang menurutnya tidak tegas dan terkesan pelupa.
“Bukti ke 2 kami dapat saat persidangan dan bukti ketiga juga kami lihat saat persidangan tapi dilarang dicatat, dengan alasan karena nanti akan di-upload. Namun sampai kini tidak ada diupload,” kata Djonggi.
Djonggi mengatakan pada bukti kedua tertera kop surat Lingkungan VII tapi tanda tangan Lingkungan III. Kemudian tanda tangan Eliakim Tampubolon dan Maruli tampubolon jauh berbeda dengan KTP.
“Ketua majelis tidak ada reaksi atas perbedaan ini. Ada apa?,” protesnya.
Hakim kemudian meminta kuasa hukum Dr Ida menunjukkan video pengakuan mantan Lurah Erdi Handika yang merasa ditipu Rospita, karena Demak ternyata memiliki isteri dan lima anak di Jakarta.
Persidangan yang berlangsung hampir 3 jam itu kemudian diputuskan tunda dan kembali dilanjutkan pekan depan. (Red)