METRO,JAKARTA | Diketahui bahwa enam jabatan eselon 1 di Kementerian Agama dilakukan pemberhentian serentak, Empat diantaranya adalah jabatan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) non Islam, diantaranya Dirjen Bimas Kristen, Katolik, Buddha, dan Hindu.
Surat pemberhentian tersebut diketahui ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo bertanggal 6 Desember 2021, namun baru diterima para Dirjen pada Senin, 20 Desember 2021. Hal tersebut pun menuai reaksi protes dari beberapa Dirjen yang mengaku tidak mendapat pemberitahuan dan alasan yang jelas atas pemberhentiannya. Salah satunya adalah Thomas Pentury yang dicopot dari jabatan Dirjen Bimas Kristen, yang berencana akan menggugat surat keputusan Presiden tersebut.
“Ada rencana untuk gugat ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara),” ujar Thomas kepada awak media, Selasa, 21 Desember 2021.
Menyikapi hal ini, Pengamat Kebijakan Publik dan Komunikolog Politik Tamil Selvan mengatakan bahwa surat pemberhentian tersebut telah sesuai dengan aturan yang ada walau tidak sesuai dengan etika.
“Kalau bicara aturan, itu sah, dan rotasi jabatan itu biasa. Namun ketika mencopot seorang pejabat tanpa diajak dialog, artinya Menteri Agama ini tidak paham etika politik,” ungkap Ketua Politik Indonesia ini kepada awak media, Selasa (21/12/2021).
Kang Tamil panggilan akrabnya mengatakan bahwa Dirjen Bimas agama non muslim itu adalah representatif perwakilan setiap agama didalam pemerintah. Sehingga menurutnya, keberadaan mereka menjadi simbol kerukunan umat beragama dibawah komando Menteri Agama.
“Posisi Dirjen Bimas agama ini sebagai simbol representatif umat di dalam tubuh pemerintah, apalagi bagi agama minoritas. Jadi jika para Dirjen tersebut bereaksi atas ‘pencopotan tanpa alasan’ ini, saya kira itu hal wajar,” paparnya.
Lebih lanjut Kang Tamil mengatakan bahwa Menteri Agama seharusnya menjadi pihak yang seharusnya merapikan etika administrasi seperti ini. Dengan munculnya polemik seperti saat ini, dirinya menilai Menteri Agama gagal menjalankan kepemimpinannya.
“Tidak mungkin Presiden mesti ngurusi yang beginian (pergantian pejabat eselon 1). Justru Menteri Agama yang harusnya memanggil mereka dan memberi pengertian secara kekeluargaan. Jadi kembali, ini soal cara dan etika, bukan soal aturan, dan dalam hal ini saya kira Mas Yaqut gagal sebagai Menteri Agama,” terangnya. (*/rel)