METRO,TANJUNGBALAI | Hingga saat ini, kapal pukat tarik yang berada di wilayah sungai Asahan, Rintis, Kab. Asahan, Tanjungbalai masih terus beroperasi.
Diduga, kapal pukat tarik tersebut dikelolah salah seorang pengusaha yang bernama JRG alias Abiaw.
Dari pantauan awak media, terlihat sepanjang jalur sungai Asahan kapal pukat tarik masih terus bebas beroperasi diperairan selat Malaka dengan posisi koordinat 06- 51 lampu putih.
Pengelola pukat tarik ini terbilang sangat piawai dalam menggeluti pekerjaan yang bertentangan dengan hukum ini. Jelas terbukti sampai pada hari ini tidak ada dijumpai hambatan hukum.
Sebagaimana peraturan menteri kelautan dan perikanan mengatur ketentuan hukum sebagaimana peraturan tersebut dijelaskan diantara peraturan tersebut yaitu :
1. Peraturan menteri kelautan dan perikanan. No. 18. Thn.2021
2. PP. No. 27. Then. 2021
3. Peraturan menteri kelautan dan perikanan. No. 59/ PERMEN.KP/2020
4. EFEKTIFITAS. PERMEN.KP.NO.2.Thn. 2015. dan juga masih banyak lagi peraturan-peraturan dan ketentuan hukum yang mengatur bagi larangan kapal penangkapan ikan seperti pukat tarik.
Ironisnya, peraturan yang telah ditetapkan Undang-Undang itu malah tidak membuat oknum jera.
Maraknya kapal pukat tarik jelas menjadi pertanyaan bagi petugas yang tidak mampu memberantas kapal pukat tarik.
Ada apa dengan petugas- petugas perairan dan keamanan kelautan? Terkait instansi- instansi aparat penegakan hukum sektor kelautan dan perikanan tangkap.
Apakah dalam hal ini diduga petugas ada kepentingan dari pengusaha-pengusaha ilegal kapal pukat tarik untuk bekerjasama.
Padahal sudah dijelaskan dalam peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. No. 2. Thn.2015. tentang larangan alat penggunaan penangkapan ikan pada kapal pukat tarik itu dilarang.
“Ketika masih ada ijin atau kebebasan pukat tarik masih beraktifitas secara terus menerus, maka dampak kerusakan laut secara berkesinambungan akan terjadi. Punahnya habitat, atau hewan-hewan laut seperti terumbu karang, plangton-plangton. Maka akibat dari Kegitan tersebut secara degradasi akan mengalami drastis dampak kepunahan total jika alam dan seisi lautan tidak terjaga dengan baik,” kata TS (38) seorang nelayan tradisional. (Taufik)